Sepeda Motor Ustadz (Cerpen Yang Diangkat Dari Kisah Nyata)

Diangkat dari Kisah Nyata seorang Ustaz di Kabupaten Pati

Seorang pria kebingungan. Motornya raib. Padahal baru saja diparkir di halaman rumah. Masih berada di lingkungan masjid, pula. Pria tersebut dikenal masyarakat sebagai ustaz. Mereka memanggilnya Ustaz Abdullah.

“Astagfirullah, ke mana, ya?” ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Hari masih siang, banyak kendaraan berlalu lalang. “Mi, motorku ada yang minjam tadi?” Meski ragu mendapat jawaban iya, tetap saja ia bertanya. Setahu Abdullah, istrinya adalah orang yang amanah, yang tak akan meminjamkan motor suaminya tanpa ijin terlebih dahulu.

“Enggak, Bi.” Wanita bercadar itu turut bingung melihat sang suami menanyakan motor padanya.

“Kok enggak ada?” Ia mengecek ke depan rumah untuk kesekian kali. Rumahnya terletak di lingkungan masjid, biasanya aman meski terparkir hingga malam.

Kompak mereka berdua mengitari lingkungan sekitar, siapa tahu ada yang sengaja memindahkannya. Nihil! Motor itu tak diketahui rimbanya.

“Masak kita kemalingan, Bi?” istrinya ikut mencari berkeliling. Wajahnya sudah panik. Merasa sudah tak aman di lingkungan mereka tinggal.

“Ya sudah, Mi. Mungkin ada yang minjam, tapi enggak ngomong. Kita tunggu saja sampai besok. Jika memang tidak kembali, terpaksa ambil tabungan untuk beli motor baru.”

“Tapi...” sang istri masih tak percaya semudah itu mereka kehilangan kendaraan yang diparkir di depan rumah, di siang hari, di mana mereka sekeluarga berada di rumah dan melakukan aktivitas seperti biasa. Mengapa bisa kecolongan?

“Sudah, enggak usah tapi-tapian. Masuk! Biar yang minjam enggak segan kalau mau mengembalikan,” bujuk Abdullah bijak. Meski ia sendiri merasa sangat kehilangan satu-satunya motor yang ia punya. Kendaraan untuk mondar-mandir mengisi kajian, harus hilang tiba-tiba saat ia tak punya cadangan kendaraan lainnya.


Itu motor perjuangan. Motor setia yang menemaninya berkegiatan hingga luar kota. Sudah tua memang, tapi masih sangat bermanfaat.

Inilah takdir. Tak selalu manis.

Abdullah berusaha ikhlas, meski hati belum sepenuhnya ikhlas. Ibadah jadi tak tenang, memikirkan motornya yang hilang. Bagaimana besok ia mengajar ngaji di desa tetangga?

“Abi lupa cabut kunci, ya?” tanya istrinya ketika malam tiba dan tak ada tanda-tanda bahwa motor mereka akan kembali. Rupanya sang istri juga masih kepikiran pada motor mereka.

Sesaat Abdullah mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat. “Kayaknya enggak, Mi. Sudah kucabut, kok.”

Istrinya tak percaya. “Mana buktinya? Kok enggak ada kuncinya?”

Ustaz muda itu menepuk jidat. Jangan-jangan ia memang lupa mencabutnya sehingga mendorong orang yang semula tak ada niat mencuri, menjadi pencuri.

“Ya sudah, musibah ini salahku sendiri, Mi. Teguran karena kurang teliti dan tak berhati-hati. Semoga Allah gantikan dengan yang lebih baik. Dan orang yang ambil motor kita bisa memanfaatkannya untuk hal-hal bermanfaat. Siapa tahu, orang itu sedang kepepet dan butuh banyak uang untuk keperluan mendesak.”

Lepas sudah beban di hatinya. Meski apa yang sudah hilang tak mungkin kembali, tetapi cahaya iman tak pernah padam menyinari. Indah sekali ketika ilmu ikhlas diterapkan. Tak ada kemarahan pada takdir buruk yang terlanjur terjadi. Meski rasa kehilangan tak bisa dipungkiri.

“Tak usah dipikirkan kembali. Bukan rezeki kita lagi,” ucap Abdullah lebih pada diri sendiri. Sekaligus menghibur istrinya agar tidak terus mengungkit apa yang terlanjur terjadi.

Keesokan paginya, Ustaz mengambil tabungan, hendak membeli motor. Bukan motor baru, tetapi motor bekas, karena simpanannya terbatas.

Di dealer motor bekas, ia memilih motor dengan selektif. Walaupun second, ia ingin yang masih bagus sehingga meminimalisir biaya servis.

“Assalamu’alaikum, Ustaz, cari motor?” seorang pria tua menyapa. Ustaz tersenyum ramah menanggapi salam dari jamaah yang sering mengikuti kajiannya.

“Wa’alaikumsalam, iya Pak Kaji, buat wira-wiri.”

“Ini saja ustaz, bagus, masih baru. Jangan yang second, nanti cepet rusak.” Pria itu menunjukkan motor matic yang dipajang di etalase, tanpa tahu kondisi keuangan Abdullah.

“Saya cari yang murah saja, yang penting bisa buat jalan,” tolaknya halus.

“Saya yang belikan, Ustaz. Saya sudah lama pingin kasih hadiah sama Ustaz. Tapi, bingung mau kasih hadiah apa.”

“Waduh, jangan begitu, Pak. Ini motor, lho, bukan sarung atau baju koko.” Abdullah tak enak hati. Khawatir membebani.

“Tak apa, memang harus motor. Rezeki saya Alhamdulillah dikasih mudah. Sudah semestinya diwakafkan untuk menguatkan dakwah Islam. Saya yakin, Ustaz akan pakai motor itu untuk kegiatan dakwah. Biar saya bisa ikut kecipratan barokahnya. Terimalah pemberian saya Ustaz, ini cara saya ikut berkontribusi pada perjuangan dakwah Ustaz selama ini.”

Abdullah tersenyum. Sungkan menolak rezeki.

Alhamdulillah, tabungan untuk persiapan mondok anaknya tak jadi berkurang. Malah Allah ganti kehilangannya dengan motor yang lebih baik. Begitulah cara kerja Allah kepada hamba yang Ia cintai. Allah akan menguji terlebih dahulu, lalu mengganjar hamba-Nya sesuai amal perbuatannya.

Kehilangan tak selalu buruk, kadang itu cara Allah untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Asal mau sabar dan ikhlas, serta mengambil hikmah dari setiap kejadian. Seperti yang dialami oleh ustaz yang rajin memakmurkan masjid dan mengisi kajian di Kabupaten Pati itu.

Real story! Janji Allah itu pasti!


Penulis : Naillin RA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel