Pesan Instagram | Polisi Yang Menyamar (Part 3)


"Kenapa, tangan kamu?" tanya Papa seraya menarik dan melihat tanganku yang lecet. Papa sosok orang tua yang protective terlebih padaku si bungsu dari tiga bersaudara. Dua saudara lain tinggal berjauhan, masing-masing mengemban tugas di daerah.

"Jatuh dari sepeda, Pa," jawabku. Papa menatap Bang Riki dengan raut penuh pertanyaan.

"Tangan putri saya, kenapa?" tanya Papa lagi, pada Bang Riki.

"Siap, salah Ndan. Celi terjatuh dari sepeda karena saya menyapanya," jawab Bang Riki menunduk, kulihat keringat mulai membasahi keningnya.

Kucubit pelan tangan Papa, agar tidak terlalu galak pada Bang Riki, beliau melirik dan terkekeh. "Jadi, kalian sudah saling, kenal?" tanya Papa lagi.

"Siap, sudah Ndan," jawab Bang Riki singkat dengan wajah yang masih menunduk.

"Ya sudah, kembali bekerja!" titah Papa menepuk pundak Bang Riki.

Bang Riki berpamitan. Sesekali, tersenyum simpul menatapku. Seperti, hendak mengucapkan sesuatu, tapi ... lirikan Papa membuatnya mengalihkan pandangan. Kemudian, mengendarai motor pelan.

***

"Papa kenal Bang Riki?" tanyaku mendekati papa yang sedang santai duduk di teras

"Dia anaknya letting papa, Pak Handoyo, apa kamu ingat? Kebetulan satu satfung sebelum papa pensiun. Dia anak yang cukup pintar." Papa melirik ke arahku, dengan cepat kualihkan pandangan.

"Berarti, dia sekarang sudah dipindah tugaskan ke sini, Celi kenal Riki, di mana?" tanya papa menatapku lekat.

"Pertanyaan yang menjebak, ya kan Pa ... dia itu tukang pentol. Celi pergoki dia borgol preman pasar, terus bawa pistol juga, langsung ketebak lah si Abang itu polisi, anak Papa 'kan hebat."

"Oh," sahut Papa singkat, seakan sudah paham. Namun, enggan menjelaskan padaku lebih rincinya, yang pasti sekarang, misi sudah berhasil. Aku puas sudah mengetahui kenyataannya.

"Sana mandi, ikut papa ke kajian. Ingat! Jangan sampai jatuh yang lain!" sungut Papa berlalu masuk ke kamar.

"Jatuh yang lain? Apa-an ...."

"Jatuh cinta ...," sahut Mama menatapku dengan menyipitkan kedua matanya. Aku tersenyum lebar, lalu masuk ke dalam kamar.

***

Menatap langit-langit kamar malam ini, berulang kali wajah Bang Riki terlintas. Hal lucu siang tadi tidak akan pernah kulupakan. Dia terlihat pucat saat berjumpa dengan Papa. Berkali-kali kucoba menghubungi Rani, ingin menceritakan kejadian yang baru aku alami, tapi dia pasti akan heboh tujuh turunan. Kuurungkan niat, tidak ada untungnya juga, 'kan? Bahayanya justru ada, bisa jadi bahan pembicaraan satu sekolah. Ish ....

***

[Cel, lihat foto ini!] pesan whatsapp dari Rani. Segera kubuka kiraman foto darinya. Astaga, foto Bang Riki, seperti seorang model, bajunya sedikit terbuka memperlihatkan perutnya yang sixpack, khas seorang model pria. Pose diguyur air hujan. Ah! Sial. Mataku ternoda.

[Kamu dapat, di mana?] balasku bertanya.

[Instagramnya. Bukan Riki nama dia, tuh liat namanya Andrew41!]

[Kok bisa tau, itu Bang Riki?]

[Elah, kayak enggak kenal temanmu aja, coba kamu lihat dengan jelas. Itu Bang Riki alias Andrew. Dia mahasiswa fakultas hukum. Keren!] Tidak kubalas lagi pesannya. Karena penasaran, aku langsung mengetik nama Andrew41 di instagram. Benar saja, dia memang bang Riki. Kemudian, kukirimkan permintaan pertemanan. Sedikit terkejut, tidak pernah menyangka, kalau permintaanku langsung diterima.

Terpesona, itu kalimat yang pantas saat melihat beberapa foto yang diunggah Bang Riki di laman Instagram-nya. Dia memiliki puluhan ribuan pengikut. Tidak heran, tampilan lelaki macho dengan badan yang atletis memang banyak disukai kaum hawa, apalagi anak sekolah sepertiku.

Setelah beberapa menit, aku tersenyum lebar. Foto lelaki bertopi hitam dengan kaus putih yang sedang melipat kedua tangannya, sekarang dia yang mengirimkan permintaan pertemanan padaku.

[Cel.] Sebuah pesan instagram masuk dari seseorang yang bernama Andrew alias Bang Riki.

[Ini Andrew apa Bang Riki. Nama samaran lagi, atau sedang dalam penyamaran sebagai mahasiswa?] balasku dengan pertanyaan yang begitu saja terlintas di kepala.

Kutunggu lama, tapi tidak lagi ada balasan. Apakah dia marah?


Penulis : Keyza

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel