Pengakuan Sonia | Suamiku Brondong (Part 5)


"Jadi, kalian membohonginya orang tua?" tanya ayah Sonia.

"Aku, Ayah, bukan Dika. Dika tidak bersalah jadi tidak harus menikahiku. Kami juga tidak saling mencintai. Benerkan itu, Dik?" Sonia mengedipkan mata ke arah Dika yang sedari tadi terus memerhatikan.

Wajah pria tua itu terus menatap Dika serius. Ada keinginan yang tersimpan di dalam hati. Pria itu berharap Dika mau menikah dengan putrinya yang sudah memasuki usia 29 tahun, pada tahun ini.

"Ayah mau pernikahan kalian segera dilangsungkan. Cinta bisa datang seiring berjalan waktu. Apa kamu mau jadi perawan tua? Ingat, usia kamu tahun ini mau 29 tahun!" Suara Handoko meninggi mengingat anak gadisnya di usia hampir kepala tiga belum juga menikah.

Sonia memelas, kembali matanya melirik ke arah pria muda itu. Dika duduk santai sambil memerhatikan percakapan ayah dan anak itu.

"Ayah, usia aku dan Dika berbeda jauh. Dika enam tahun di bawah aku, lagi pula Dika masih kuliah bagaimana dia menafkahi aku?"

Dika memutar bola mata menatap Sonia. Begitu tidak pantaskah Dia bersanding dengan Sonia, dosen yang mengajar di kampusnya.

"Sebentar lagi dia lulus kuliah. Menjadi sarjana dan bisa bekerja di perusahaan Ayah. Lagi pula santai ini dia punya penghasilan sebagai penyanyi kafe bukan? Bener nggak, Dik?" tanya Handoko memastikan.

"Iya," jawabnya heran. Kenapa calon mertuanya bisa tahu segalanya?

Handoko tidak asal memilihkan pasangan. Sebelumnya dia sudah mencari tahu asal usul Dika. Bahkan Dika berasal dari sebuah panti asuhan pun dia sudah tahu.

"Pria seperti Dika yang pantas menjadi suami kamu, bukan pecundang yang selalu kamu banggakan! Mengerti kamu Sonia!"

Sonia mengentakan kaki seperti anak kecil. Wanita itu hanya terlihat dewasa dan galak saja dari luar. Namun, sifat kekanak-kanakannya masih sangat kental di dirinya.

Pria tua itu memijit keningnya yang tidak sakit. Dia terus mengucap istigfar melihat tingkah laku Sonia. Kini, di hadapannya, pria muda dengan tampilan seadanya sudah membuat Handoko pemilik perusahaan garmen terbesar itu simpati.

"Om, saya pamit pulang. Masalah sudah selesai. Bu Sonia tidak menyukai saya, jadi tidak perlu ada pernikahan," ucap Dika.

"Kata siapa tidak ada pernikahan antara kalian?"

"Bu Sonia menolak, Om."

"Dia memang menolak, tapi saya tidak. Apa kamu nggak mau nikah sama anak saya?" tanya Handoko lagi.

Dika terdiam memikirkan betapa maksanya calon mertuanya. Sampai dia bisa menerima keadaan dia yang sangat jauh dari kota sukses.

"Mau nikah nggak sama anak saya?"

"Eh--mau, Om. Mau banget," jawab pria berlesung pipi itu.

"Bagus, saya suka jawaban kamu."

"Iya, Om."

Setelah perbincangan dengan Dika, Handoko masuk ke kamar. Kini, Dika duduk memerhatikan rumah besar dengan dekorasi yang sangat menarik. Gucci dan pajangan keramik yang sangat cantik.

"Jangan di pegang, kalau jatuh kamu nggak bisa ganti." Sonia kini sudah berada di belakang Dika.

Tubuh pria itu berbalik menatap dosen cantik yang teryata bukan hanya judes di kampus saja, tapi juga di rumah.

Dia juga tidak menyangka, pria tua yang akan menjadi calon mertuanya itu adalah pemilik perusahaan garmen terbesar di Jakarta.

"Galak amat sih, Bu. Sama calon suami jangan galak-galak. Pamali loh," ucap Dika menggoda Sonia.

"Jangan kira saya mau menikah dengan kamu!" Bola mata Sonia hampir saja keluar saat mendengar ocehan Dika.

Dika santai menanggapi sikap judes Sonia. Tangannya dia lipat di depan dada dan tubuh tersandar di tembok. Ciri khas pria itu adalah terlihat santai walau hati sedang gusar.

"Bu, saya akan jadi dewa penolong buat Ibu, nggak malu saam usia?" tanya Dika, tapi lebih tepatnya meledek.

Sonia siap mendorong Dika, tapi Sikap berhasil manarik tubuh Sonia hingga wajah mereka saling berdekatan.

"Boleh, deket nggakk?"

Satu tamparan mengenai pipi putih Dika. Dia meringis kesakitan sedangkan Sonia bertolak pinggang dengan wajah kesal.

"Sakit, kasar amat sih, Bu." Dika mengeluh saat pipinya di tampar Bu Sonia.

"Makanya jangan kurang ajar sama saya. Ngerti!"

Dika bersungut kesal menghadapi Bu Sonia yang terlampau kasar. Sambil memangangi pipi yang masih terasa sakit.

"Sonia, ajak Dika makan. Ibu sudah masak, nih," ucap Salima ibu Sonia.

Mereka melangkah ke dapur. Di meja sudah sangat menggiurkan hidangan makan siang. Dika menelan saliva melihat begitu nikmat makan siang kali ini.

"Ayo makan," ucap ibunya Sonia bersemangat

Handoko datang ikut duduk bersama. Lalu, Salima mengambilkan makan untuk sang suami.

"Sonia, perhatikan cara Ibu melayani Ayah, biar nanti kamu bisa ngurus Dika. Kasian tuh badannya kurus," ucap Handoko.

"Ayah, jangan buat selera makan Sonia hilang," umpat Sonia menatap kesal sang ayah.

Sonia merutuk dirinya, kenapa jadi senjata makan tuan. Dia suka kesal dengan Dika kalau di kelas. Namun, dia harus di hadapanan dengan sebuah pernikahan yang tidak dia inginkan.

Sementara, Dika sedang di atas angin. Sonia menatap kesal pria di hadapannya. Berharap akan ada yang menggagalkan pernikahan mereka.

***

Di tempat terpisah Rama bersama gadis cantik mengelilingi sebuah mall di daerah Jakarta. Pria itu merengkuh mesra gadis di sampingnya.

Risa, nama gadis yang membuat dia memutuskan Sonia. Berbeda dengan Sonia, Risa terlihat lebih muda. Rama seperti bangga berjalan bersama Risa.

"Sayang, kamu mau beli apa lagi?" tanya Rama menawarkan.

"Hmm ... serius sayang, aku punya keinginan yang udah lama sih, tas kesayangan yang aku nggak bisa beli."

Rama mengikuti langkah Risa. Dia memasuki toko tas yang harganya cukup merogoh kocek.

Dengan senang hari dia memilih tas yang sudah menjadi incarannya sedari dulu. Risa mengecup pipi Rama hingga membuat pria itu tersipu.

Semenjak pacaran dengan Sonia, perempuan itu selalu menjaga jarak darinya. Hal itu yang membuat Rama jenuh dengan Sonia.

Tanpa sengaja Siska sahabat Sonia bertemu dengan Rama. Namun, Rama tidak mengenali Siska. Siska mengeluarkan ponsel dan berpura-pura lalu memotretnya diam-diam.

Selanjutnya: ......


Penulis : Chew Vha

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel