Membangun Budaya Anti Korupsi Melalui Dunia Pendidikan


Membangun Budaya Anti Korupsi Melalui Dunia Pendidikan | Kata “KORUPSI” merupakan serapan, atau diambil dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus" yang artinya adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar diberantas bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu, sangat sulit mendekteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Salah satu cara atau langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat adalah memberikan informasi serta perlunya edukasi akan nilai anti korupsi yang disampaikan melalui jalur pendidikan, sebab pendidikan merupakan satu instrumen perubahan yang mengedepankan cara damai, menjauhkan diri dari tarik menarik politik pragmatis, relatif sepi dari caci maki dan hujatan sosial, berawal dari pembangkitan kesadaran kritis serta sangat potensial untuk bermuara pada pemberdayaan dan transformasi masyarakat berdasarkan model penguatan inisiatif manusiawi dan nuraniah untuk suatu agenda perubahan sosial.

Education is a mirror society, pendidikan adalah cermin masyarakat. Artinya, kegagalan pendidikan berarti kegagalan dalam masyarakat. Demikian pula sebaliknya, keberhasilan pendidikan mencerminkan keberhasilan masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan masyarakat yang berkualitas pula.

Sebagai upaya pemberantasan korupsi, pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kini berjuang keras menangkap pelaku korupsi. Namun upaya pemberantasan dengan menangkap pelaku korupsi dirasa belum cukup. Sosialisasi pemberantasan korupsi tidak cukup sekedar memberi pemahaman apa itu korupsi.

Ada satu hal yang tidak kalah penting dalam pemberantasan korupsi, yakni pencegahan korupsi. Pencegahan menjadi bagian penting dalam program pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, pencegahan korupsi harus diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Mengapa demikian? sebab, pertama, korupsi hanya dapat dihapuskan dari kehidupan kita secara berangsur-angsur. Kedua, pendidikan untuk membasmi korupsi sebaiknya berupa persilangan (intersection) antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan. Ketiga, pendidikan untuk mengurangi korupsi harus berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi.

Sangat mungkin korupsi dihapus melalui sektor pendidikan, apabila kita bersungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi dari berbagai aspek kehidupan, bukan hanya pada tingkat lembaga atau organisasi–organisasi yang besar, tetapi juga pada tingkat interaktif sesama manusia termasuk dalam proses belajar dari generasi muda.

Hal ini dimungkinkan karena korupsi termasuk pelanggaran moral oleh sebab itu merupakan tanggung jawab moral dari pendidikan nasional untuk memberantasnya. Selain itu proses pendidikan merupakan proses pembudayaan. Jika korupsi telah menjadi kebudayaan dalam diri masyarakat Indonesia, maka adalah tanggung jawab moral dari pendidikan nasional untuk membenahi pendidikan nasionalnya dalam upaya pemberantasan korupsi.

Supaya pendidikan anti korupsi tumbuh sejak dini, keterlibatan pendidikan formal dalam upaya pencegahan korupsi sebenarnya bukanlah hal baru. Justru memiliki kedudukan strategis-antisipatif. Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui pendidikan. Semangat anti korupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku anti korupsi melalui sekolah, karena sekolah adalah proses pembudayaan.

Pendidikan anti korupsi adalah perpaduan antara pendidikan nilai dan pendidikan karakter. Sebuah karakter yang dibangun diatas landasan kejujuran, integritas dan keluhuran. Pendidikan anti korupsi bagi anak-anak perlu ditanamkan sejak usia dini sebab mereka juga mempunyai potensi berlaku negatif. Misalnya mengambil barang milik orang lain tanpa memberi tahu pemiliknya. Secara psikologis, sifat ini dimiliki tiap anak. Hanya terealisasinya memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika sejak usia dini anak tidak dididik dengan baik, sifat negatif itu akan muncul. Secara akademik dan psikologis hal itu dibenarkan, tetapi jika dibiarkan akan berakibat fatal.

Yang perlu diingat adalah bahwa pendidikan selalu membawa implikasi individual dan sosial. Secara individual, pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan potensi, baik potensi jasmani, rohani, maupun akal. Pendidikan yang baik pastilah dapat mengembangkan potensi manusia tersebut secara bertahap menuju kebaikan dan kesempurnaan.

Secara sosial, pendidikan merupakan proses pewarisan kebudayaan, berupa nilai-nilai perilaku dan teknologi. Semua itu diharapkan dapat diwariskan kepada generasi muda agar kebudayaan masyarakat senantiasa terpelihara dan berkembang. Tentu saja pewarisan budaya tidak dalam konotasi yang pasif, tetapi berupaya untuk melahirkan generasi yang mampu berkreasi untuk mengembangkan kebudayaan agar lebih maju dan berkembang kearah yang lebih positif.

Secara singkat, dunia pendidikan memiliki tugas mulia untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang anti korupsi. Penanaman nilai-nilai anti korupsi sangat mungkin dan efektif apabila dilakukan dilembaga pendidikan dimana anak-anak masih berada dalam usia dini. Dalam masa ini, anak sedang berproses membentuk karakter (character building). Pendidikan anti korupsi dapat digunakan untuk menanamkan kejujuran dan semangat tidak menyerah untuk mencapai kebaikan dan kesuksesan.

Sikap anti korupsi perlu ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini. Harapannya, setelah mereka dewasa (terutama jika menjadi pejabat) tidak akan menyelewengkan uang rakyat atau uang negara. Mereka tidak akan berlaku materialistik, hedonistik, ataupun melakukan hal-hal lain yang tidak terpuji.

Sektor pendidikan formal di Indonesia, dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan korupsi. Langkah preventif Pencegahan tersebut secara tidak langsung dapat dilakukan melalui dua pendekatan (approach), yaitu:

  1. Menjadikan peserta didik menjadi target.
  2. Menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permissive to corruption.

Gerakan anti korupsi perlu ditanamkan sejak dini kepada anak didik, agar generasi muda penerus bangsa tumbuh menjadi SDM berkualitas serta memiliki moral yang terpuji. Inilah yang biasanya disebut dengan “memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya”.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel