Salah Target | Suamiku Brondong (Part 1)


Bau obat menyeruak di sekitar ruangan. Beberapa suster berpakaian putih sibuk dengan tugas masing-masing. Seorang pria muda duduk dengan gelisah di depan IGD rumah sakit. Ia bangkit saat melihat dokter keluar.

"Keluarga Nona Sonia." Dika bangkit saat nama Sonia di panggil. Ia yang membawanya ke rumah sakit, karena ia menemukan Sonia pingsan di parkiran kampus.

"Kami keluarganya!" teriak pria tua yang baru saja datang.

Dika kembali menghempaskan bokong di kursi. Memperhatikan pria dan wanita tua yang datang itu.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya wanita tua itu yang ternyata adalah ibu dari Sonia.

Ayah Sonia memperhatikan Dika, lalu menghampirinya.

"Anak Anda baik-baik saja, dia hanya kelelahan. Kehamilannya juga baik-baik saja," ucap dokter itu membuat Dika terperangah kaget.

"Ke--kehamilan anak saya, Dok?" tanya ibunya Sonia dengan terbata-bata.

"Iya, kehamilannya yang sudah menginjak usia lima minggu."

Bukan hanya pria bertubuh kurus itu saja yang kaget, tapi juga kedua orang tuanya. Bagaimana anak perempuan mereka hamil sedangkan dia belum menikah.

'Ck! Wanita impianku hamil?' Gumam Dika dalam hati.

"Untung suaminya cepat membawanya, kalau tidak kasihan kondisi Sonia yang semakin lemah," ujar dokter itu seraya menunjuk Dika dengan dagunya.

Sontak mereka berdua menatap Dika berbarengan. Dengan tatapan tajam, lalu ayah dari Sonia menarik kencang kerah baju Dika. Rahangnya mengeras menatap penuh amarah hingga ingin sekali membunuh pemuda di hadapannya.

"Kamu!" hardik pria tua itu. Dika mencoba mengelak, akan tetapi sulit jika Sonia tidak sadarkan diri.

"Sudah, Ayah. Sudah, ini rumah sakit. Jangan buat keributan. Kita selesaikan baik-baik," ucap ibu dari Sonia. Pria itu terduduk lesu dan mengusap wajah dengan kasar.

"Loh, salah saya apa? Kenapa jadi marah sama saya, Om. Saya hanya---"

Belum sempat melanjutkan ucapannya sudah dipotong, "Hanya apa? Hanya menghamili anak saya?"

Netra pemuda kurus itu membulat sempurna mendengar tudingan dari ayah Sonia. Lengannya ditarik masuk ke dalam kamar inap. Dika hanya menunduk malu, saat beberapa orang menatapnya dengan cibiran.

Sonia tersadar, menatap heran mereka yang berada di hadapannya. Netra sang ayah nyalang menatap bergantian ke arah Sonia dan Dika.

"Kalian harus segera menikah, dan kamu harus mempertanggung jawabkan semua perbuatanmu." mereka berdua terhenyak. Begitu juga ibu Sonia yang terkejut dengan ucapan suaminya.

"Ayah, bukan dia, tapi---" ucapannya terpotong.

"Jangan menutupi dan membela dia. Kalau bukan dia siapa? Hanya dia yang berada di sini," potong ayah Sonia semakin meradang.

Dika terus menatap Sonia, berharap ada hal yang bisa merubah situasi ini. Namun, dia kembali terjebak saat Sonia hanya diam. Tidak ada pembelaan seperti yang tadi.

'Bagaimana ini? aku memang menyukai Bu Sonia, tapi tidak seperti caranya. Aku harus bertanggungjawab dengan apa yang tidak aku perbuat.' Gumamnya kembali dalam hati.

Dika mengacak-ngacak rambutnya. Di luar dugaannya, kenapa dia harus terjebak dalam situasi yang sulit.

Kedua orang tua Sonia keluar ruangan untuk mengurus administrasi. Tinggal mereka berdua dii dalam kamar.

"Pergi saja, Dika. Biar saya yang mengurus semuanya," kata Sonia mengusir Dika.

Dika menatap heran wanita yang tergolek lemah di hadapannya.

"Bagaimana dengan Anda? Lalu, bagaimana dengan pria yang harus bertanggung jawab dengan kehamilan Anda?"

Sonia terdiam, lidahnya kelu untuk menjawab. Hanya embusan angin dari kaca jendela yang membuat ruangan menjadi dingin.

"Dia hanya seorang pengecut. Dia tidak akan datang untuk bertanggung jawab. Biarlah aku yang mengurus masalah ini."

'Pria brengsek itu tidak akan datang bertanggung jawab? Apa yang harus aku lakukan saat ini?' Dika bergumam dalam hati.

Pemuda berkulit putih beraih itu kembali terbayang saat-saat dia menggoda wanita di hadapannya. Kemarahannya saat dia mengajar sebagai dosen di kampus, membuatnya candu. Sekarang, di berada di posisi yang mengharuskan menikah dengan dosen cantik itu.

"Argh ... sakit." Dika mendongakkan kepala melihat siapa yang berani melempar kepalanya dengan pengahapus papan tulis.

Wanita cantik yang berdiri di depan kelas itu tersenyum sinis.

"Mahardika!" teriak dosen muda itu. Lalu, dia berjalan menghamipiri Dika.

"Kamu mau kuliah, atau mau tidur?" tanyanya dengan penekanan.

"Kuliah-lah, Bu," jawabnya santai.

"Kalau mau kuliah, jangan tidur di dalam kelas saya!" pekiknya kesal.

Sonia menatap kesal, mahasiswanya yang terkenal dengan kelakuan minusnya. Tidur di kelas, datang telat dan hobi merayu dirinya. Seperti sekarang, Dika memulai aksinya.

"Bu Sonia, jangan galak-galak dong, nanti naksir, loh sama saya," ucap pria muda itu ngasal.

Sonia mendelik. "Ih, amit-amit deh. Jangan sampe." Kembali dia berbalik sembari merutuk mahasiswanya.

"Jangan amit-amit, Bu, Nanti kejadian loh." Kembali Dika menggodanya.

Kelas sudah mulai gaduh dengan ulah Dika.

"Eaaakkkkk."

"Gombal abis."

"Keluar kamu dari kelas saya, SEKARANG!"

Dika masih saja menggoda Sonia. Dosen muda itu mulai kehabisan kesabaran.

"CEPAT KELUAR!" Lagi, telunjuknya mengarahkan ke pintu.

"Jangan dong, Bu. Janji deh nggak bakal tidur lagi. Saya ngantuk, kuliah sambil kerja demi mengumpulkan pundi-pundi uang, untuk biaya resepsi kita," ucap Dika dengan santai.

"Eaaakkkkkkk...."

Kelas menjadi gaduh kembali. Wajah Sonia mulai memerah menahan malu. Tanggannya menarik kasar Dika dan menariknya keluar kelas.

"Jaga mulut kamu!"

Dika pasrah saat dirinya sudah berada di luar kelas. Dosen cantik itu sangat marah akibat ulahnya. Bukan sekali dua kali dia membuat ulah, sudah sangat sering dia membuat Sonia, Dosen Akutansi di Fakultas Ekononi itu Marah.

***

Bulir bening mengalir di pipi Sonia. Tidak habis pikir dengan nasibnya. Rama, pria yang memacarinya selama dua tahun tega meninggalkannya. Dalam kondisi hamil, Sonia harus menelan pil pahit karena Rama tengah mempersiapkan pernikahannya dengan wanita yang dijodohkan kedua orang tuanya.

"Ayah tidak ingin berlama-lama. Anak muda, kamu harus cepat menikahi anak saya. Kalau tidak, saya akan menuntutmu kejalur hukum, "ujar Ayah Sonia.

"Bu, bagaimana ini?" Dika menatap penuh harap pada Sonia.

"Ayah," ucapnya lirih.

"Ayah tidak mau berdebat. Jangan membuat malu keluarga. Kamu sudah berumur dua puluh delapan tahun. Tidak malu apa, berhubungan dengan anak kecil. Apa karena Ayah melarangmu berhubungan dengan Rama, jadi kamu berhubungan dengan bocah ini?"

"Bukan begitu, Om. Ini murni kesalahpahaman." Dika kembali membela diri. Dia sudah tidak tahu bagaimana lagi menghadapi pria tua yang mungkin seumuran degan ayahnya.

"Sudah, saya mau kamu cepat datang melamar anak saya. Awas kalau kamu lari dari tanggung jawab!"

Dika menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menyenderkan tubuh kurusnya ke tembok. Apa yang akan dia lakukan? Menikah dengan dosennya itu sekarang?


Penulis : Chew Vha

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel