Sejarah Ilmu Falak Sebelum Adanya Islam
Minggu, 21 Maret 2021
Baca juga : Pengertian Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik
Peristiwa terjadinya gerhana, jatuhnya batu meteor, adanya bintang berekor yang kebetulan tampak, dan sebagainya dianggap sebagai hal yang tidak beres. Demikian pula timbul anggapan adanya raksasa menelan bulan, ada dewa marah dan sebagainya.
Peristiwa terjadinya gerhana, jatuhnya batu meteor, adanya bintang berekor yang kebetulan tampak, dan sebagainya dianggap sebagai hal yang tidak beres. Demikian pula timbul anggapan adanya raksasa menelan bulan, ada dewa marah dan sebagainya.
Sekalipun demikian, ada di antara mereka yang memahami alam raya ini dengan akal rasionya. Para ilmuwan yang ada pada saat itu antara lain:
1. Aritoteles (384 - 322 SM).
Aristoteles berpendapat bahwa pusat jagad raya adalah bumi. Sedangkan bumi selalu dalam keadaan tenang, tidak bergerak dan tidak berputar. Semua gerak benda-benda angkasa mengitari bumi. Lintasan masing-masing benda angkasa berbentuk lingkaran. Sedangkan peristiwa gerhana misalnya tidak lagi dipandang sebagai adanya raksasa menelan bulan, melainkan merupakan peristiwa alam.
Pandangan manusia terhadap jagad raya mulai saat itu umumnya mengikuti pandangan Aristoteles, yaitu Geosentris yakni bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit.
2. Claudius Ptolomeus (140 M)
Pendapat yang dikemukakan oleh Ptolomeus sesuai dengan pandangan Aristoteles tentang kosmos, yaitu pandangan Geosentris. bumi dikitari oleh bulan, Mercurius, Venus, matahari, Mars, Jupiter, Saturnus. Benda-benda langit tersebut jaraknya dari bumi berturut-turut semakin jauh. Lintasan benda-benda langit tersebut berupa lingkaran di dalam bola langit. Sementara langit merupakan tempat bintang-bintang sejati, sehingga mereka berada pada dinding bola langit.
Ptolomeus menyusun buku besar tentang ilmu bintang-bintang yang berjudul "Syntasis". Pandangan Ptolomeus yang geosentris ini berlaku sampai abad ke 6 Masehi tanpa ada perubahan.