Cerpen : Sebuah Janji


Seperti biasa aku mengantar Ka Ristie pergi ke sekolah, saat ini masih Sekolah Dasar kelas 1, melewati jalan raya yang lumayan macet. Aku putuskan melewati jalan yang berbeda, yaitu pasar.  Pasar di pinggiran kotaTegal. 

Dalam kaca spion mobilku, terlihat seorang kakek menjual pisang raja. Ka Ristie melihat, lalu berkata, "Mama, belikan buah pisang itu!" pintanya.

"Iya, sayang," jawabku, Sambil menghentikan laju mobil tepat di depan kakek tadi. 

"Kakek, boleh kubeli pisangmu, semua?"  tanyaku. 

"Boleh. silakan, Nak," jawabnya, mempersilakanku memilih pisang raja.

Akan tetapi jam di tanganku menunjukkan pukul 06:30 WIB. Keburu waktu tidak cukup, takut Ka Ristie terlambat di sekolah. 

"Maaf, kakek, maukah menunggu sebentar?" Begini, jamnya sudah keburu. Nanti saya balik lagi. 

"Iya, Nak," jawabnya.

Aku meminta kakek menunggu hingga selesai mengantar Ka Ristie ke sekolah. Hujan pun turun dengan derasnya. Aku mempercepat laju mobil hingga sampai sekolah tepat waktu.

Sesampainya di rumah. Aku seperti biasa melanjutkan kegiatanku sebagai ibu rumah tangga yang serba sibuk sampai menjelang sore. Hingga, anakku Ka Ristie kujemput kembali. Akan tetapi aku jadi teringat janji. Rengekan putriku memanggil meminta pisang raja. Astafirrluloh.

Aku menyambar kunci motor Scopy yang tergantung di pintu, melaju cepat, menerobos hujan deras tanpa pelindung, mencari seseorang. Dan aku menemukannya. Kakek duduk dengan dagangan pisang raja hanya beralas koran dan tenda tipis atapnya terbuat dari seng yang sudah berlubang.

"Selamat sore, Kakek," sapaku, penuh rasa bersalah.

Dengan muka sumringah, Kakek menjawab," Sore, Nak."

"Alhamdulillah, Nak, kamu sudah datang. Tadi ada yang mau beli pisang, aku menolaknya. Karena saya sudah janji sama, Nak."

"Iya, Kek. Terima kasih. Maaf tadi saya banyak kerjaan jadi lupa menemui kakek."

"Tidak apa-apa, Nak," ujar Kakek. Sambil membungkus pisang raja. 

"Ini, uangnya, Kek. Mohon diterima." Aku memberikan segepok uang pada, Kakek.

"Masa Allah, banyak sekali, Nak," serunya.
"Terlalu banyak," kata Kakek mengembalikan uangnya padaku dan mengambil selembar seratus ribuan. 

"Ini lebih dari cukup," katanya.

"Ini, rejeki buat, Kakek. Tolong diterima semuanya!" pintaku, memaksa.

"Baiklah, Nak," jawabnya. 

"Alhamdulilah. Ya Allah rejekimu begitu melimpah. Ini nikmat hasilku menunggu dan berbuah kebaikan dan keberkahan," ucapnya.

Aku pun pamit pulang membawa pisang raja yang begitu banyak. Buah kesukaan anakku. Karena begitu banyak, sebagian aku buat kolak dan aku buat gorengan untuk cemilan. Separuhnya lagi aku berikan tetangga sebelah. Dengan niat berbagi rejeki itu indah.

Pelajaran yang sangat berharga. Dalam keadaan apapun menepati janji adalah penting. Karena janji adalah hutang. Yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Karena sebuah janjilah. Aku belajar kesabaran. Aku belajar memaknai kehidupan orang lain.

Sekian.


Penulis : Romi Abdinegara

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel